Jujur, tadinya aku agak ”ngefans” sama Barrack Obama. Bukan ngefans terhadap sosok ’hitam manis’nya tapi perjalanan hidup dan karir politiknya yang kuanggap amazing banget. Gimana nggak, negro gitu lho! Bisa-bisanya sukses jadi calon dan akhirnya dilantik jadi presidennya Uncle Sam, yang kita tahu penduduknya nge-ras banget.
Soal dia pernah tinggal di Menteng dan berayah tirikan wong jogja sih aku nggak terlalu interest banget. Nggak ngaruhlah buatku. Hal penting yang waktu itu justru membuatku ingin membaca berita-beritanya adalah karena Si Barry konon kabarnya ada bibit muslim dari ayahnya yang orang Kenya tulen. Akankah hal itu mempengaruhi sepak terjangnya kelak di saat ia menjadi ikon polisi dunia?.
Tentu saja yang namanya harapan wajar dong membuncah begitu saja, mudah-mudahan di tangannya dunia lebih baik, lebih damai dan sejahtera. Betulkah?.
Tapi pandanganku terhadap Obama mulai memudar tepatnya sejak 27 Desember silam Israel membobardir Palestina tanpa ampun sampai tercatat 1300 an orang meninggal secara mengenaskan dan hampir 40% adalah anak-anak. Duh...tak habis air mata ini menetes kalau melihat anak-anak Palestina berhidung mancung dengan kulit putih itu meraung kesakitan. Dan Obama yang digadang-gadang warga seantero dunia itu cuma diam seribu bahasa dengan dalih ia belum diinaugurasi. Tunggulah 20 januari!.
Ya ampun kok segitunya sih Obama?, mana semangat perubahan yang ia dengungkan di saat kampanye, hanya perubahan untuk Amerika kah?. Tak usahlah mengungkit bibit Muslim yang dibawa oleh Obama Senior, tapi mana sisi manusiawinya?. Konon karena orang-orang dekatnya juga banyak dari kalangan Yahudi. Tepatnya yahudi radikal yang mengusung semangat Zionisme rekaan Thedore Hetzl.
Dan akhirnya keluar juga konklusi dari benakku, Ah Obama tea..., Obama sami mawon. Sama saja dengan presiden AS sebelum-belumnya, karena dalam pidato yang didampingi Hillary Clinton, ia berkoar AS akan tetap berada di belakang Israel dan mengecam Hamas begitu rupa. Meski ia sempat memberi embel-embel Negara Muslim bukanlah musuh AS, karena kerabatnya juga banyak yang Muslim. Lalu...tiadakah artinya 1300 jiwa melayang karena keganasan Israel?. Cukupkah Obama hanya bersimpati saja?. Aah sudahlah.. jangan terlalu berlebihan menilai dan berharap kepada Obama, karena ia tak sendiri. Di belakangnya lobi-lobi yahudi begitu kuat. Kita lihat saja nanti...
Soal dia pernah tinggal di Menteng dan berayah tirikan wong jogja sih aku nggak terlalu interest banget. Nggak ngaruhlah buatku. Hal penting yang waktu itu justru membuatku ingin membaca berita-beritanya adalah karena Si Barry konon kabarnya ada bibit muslim dari ayahnya yang orang Kenya tulen. Akankah hal itu mempengaruhi sepak terjangnya kelak di saat ia menjadi ikon polisi dunia?.
Tentu saja yang namanya harapan wajar dong membuncah begitu saja, mudah-mudahan di tangannya dunia lebih baik, lebih damai dan sejahtera. Betulkah?.
Tapi pandanganku terhadap Obama mulai memudar tepatnya sejak 27 Desember silam Israel membobardir Palestina tanpa ampun sampai tercatat 1300 an orang meninggal secara mengenaskan dan hampir 40% adalah anak-anak. Duh...tak habis air mata ini menetes kalau melihat anak-anak Palestina berhidung mancung dengan kulit putih itu meraung kesakitan. Dan Obama yang digadang-gadang warga seantero dunia itu cuma diam seribu bahasa dengan dalih ia belum diinaugurasi. Tunggulah 20 januari!.
Ya ampun kok segitunya sih Obama?, mana semangat perubahan yang ia dengungkan di saat kampanye, hanya perubahan untuk Amerika kah?. Tak usahlah mengungkit bibit Muslim yang dibawa oleh Obama Senior, tapi mana sisi manusiawinya?. Konon karena orang-orang dekatnya juga banyak dari kalangan Yahudi. Tepatnya yahudi radikal yang mengusung semangat Zionisme rekaan Thedore Hetzl.
Dan akhirnya keluar juga konklusi dari benakku, Ah Obama tea..., Obama sami mawon. Sama saja dengan presiden AS sebelum-belumnya, karena dalam pidato yang didampingi Hillary Clinton, ia berkoar AS akan tetap berada di belakang Israel dan mengecam Hamas begitu rupa. Meski ia sempat memberi embel-embel Negara Muslim bukanlah musuh AS, karena kerabatnya juga banyak yang Muslim. Lalu...tiadakah artinya 1300 jiwa melayang karena keganasan Israel?. Cukupkah Obama hanya bersimpati saja?. Aah sudahlah.. jangan terlalu berlebihan menilai dan berharap kepada Obama, karena ia tak sendiri. Di belakangnya lobi-lobi yahudi begitu kuat. Kita lihat saja nanti...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar