Kamis, 06 Februari 2014
Perempuan Muda dengan Bayi Hidrosepalus
Waktu menunjuk 17.30. Kakiku masih menahan pegal di tengah KRL yg penuh muatan ini. Daripada menggerutu, aku berbagi cerita saja ya......
Perempuan Muda dengan Bayi hydrocefalus di pelukannya.
Kadang2 saja aku menjumpai sosoknya duduk menyudut di bangku khusus gerbong wanita. Perempuan dengan usia jauh usianya di bawahku berambut ekor kuda duduk memeluk erat anaknya yg selalu bertopi rajut tebal hingga tak menampakkan raut mungilnya.
Waktu kutanya hendak kemana, ia menjawab tersipu. "Mau bawa kontrol anak saya bu ke Cipto." oh pasti maksudnya RS Cipto Msngunkusumo di daerah Cikini. Anaknya sakit apa lanjutku sekedar ingin tahu saja. Sedikit meragu ia bercerita bahwa anaknya mengidap penyakit hidrosepalus sejak lahir dan tiap 2 mgg sekali harus kontrol dan diberi tindakan penyedotan cairan di kepala. Aku terhenyak. Langsung pandanganku terfokus pada kepalanya. Baru tersadar kalau kepala yg ditutupi topi rajut itu harus senantiasa diterapi begitu istilah halusnya. Rasa miris dan iba langsung merayap-rayap menjalari hati ini. Ya Rabb, ibu muda yg tabah. Aku mungkin tak sanggup jika diberi ujian sepertinya. Di satu sisi aku membatin sendiri mengucap syukur akan karunia 2 anakku dari-Nya. Walau cuma dan baru 2 mereka tak ternilai harganya buatku. Dia menjelaskan sebenarnya anaknya udah hampir 2 tahun tapi karena sakit itulah ia masih laksana bayi belum bisa berdiri apalagi jalan. Jadi kemana2 harus digendong. Eh tiba2 rasa kepoku tersulut begitu saja. .. Tunggu dulu ke mana suaminya?. Teganyakah dia membiarkan mereka berdesakan di gerbong komuter yg senantiasa penuh sesak di pagi hari di saat para pekerja berlomba mengejar waktu?. Ia hanya menggeleng. Bukan mengartikan bahwa ia tak punya suami, tapi suaminya tak bisa mendampingi mereka. Mungkin juga tak mau, hardikku sendiri. Ah bapak2 memang kadang2 enggan direpotin. Huh! Egois,...lho...lho kok jadi aku yg sewot lah wong wajah si embak itu saja begitu sabar dan tulus?. Karena tak tega aku selipin sekedarnya lembar rupiah hanya untuk tambahan naik angkot buat mereka. Si ibu tersenyum bahagia dan berulang-ulang mengucap terima kasih. Ia berhenti di stasiun Cikini. Aku terharu melepas pandanganku ke arah mereka.
Beberapa hari lalu aku ketemu lagi dengan kedua sosok itu. Karena masih ingat aku pun menyapanya. "Kontrol ya?". Ibu muda itu seperti biasa hanya mengulas senyum malu. Hai...aku menemukan kemajuan pada jagoan kecilnya itu. Ia kini mulai bersuara walau dalam bentuk tangisan. Kepala yg masih berbalut topi rajut benang wol itu pun nampak lebih kecil dari pertama ku melihatnya. Aih sekilas ganteng kok tapi memang masih kelihatan sisi bayinya ketimbang usia sebenarnya. Mudah-mudahan si kasep itu semakin baik perkembangannya sesabar bundanya yg selalu dan selalu memeluk dan menjaganya dengan penuh cinta. Aku yakin kasih ibu muda itu tak sekedar sepanjang rel yg ia lewati tapi tak berbatas dunia yg mayapada, jauh menembus cakrawala langit hingga menghadap-Nya kelak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar