Jumat, 04 Oktober 2013

Macapat Islami

MACAPAT ISLAMI

Sewaktu kunjungan ke Sekretariat Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam (KKG PAI) di Kab.Tegal, Jawa Tengah saya disodori CD kumpulan lomba MAPSI (mata pelajaran dan seni Islam). Exciting!. Di dalamnya berisi video peserta lomba macapat islami tingkat SD. Haru dan bersyukur. Hari gini masih ada anak2 Indonesia di Jawa, Tegal pula (yg suka diolok2 berbahasa ngapak2) belajar dan berkompetisi melantunkan tembang macapat. Ndak mudah.

Di Jawa memang ada istilah "melu nguri-uri kabudayan jawi". Artinya ikut melestarikan kebudayaan Jawa. Sebuah ajakan positif biar masyarakat nggak seperti kacang lupa sama kulitnya. Bukan dalam maksud mengagung2kan suku Jawa lho. Di Sumatera/melayu kan ada juga gurindam. Yg terkenal Gurindam 12, karya Raja Ali Haji.  Mirip2 gitu lah. Macapat ibaratnya puisi versi bahasa jawa tapi penyampaiannya dilagukan atau berupa tembang.

Saya hanya ingat 2 tembang macapat salah satunya tembang megatruh yg berjudul SIGRA MILIR. Ini tembang monumental yang diajarkan guru saya waktu th 1985, saat saya kelas 5 SD dlm rangka pentas seni berjudul Jaka Tingkir.

Megatruh adalah salah satu tembang macapat dari 11 tembang yg ada dengan ciri khusus terdiri atas 5 baris. Megatruh dari kata megat dan roh artinya terpisahnya roh dari raga manusia yg menandakan sebuah fase kematian manusia agar menjadi peringatan dalam hidup.  Namun bukan berarti isi tembang selalu berhubungan dg kematian lho. Cuman sifat tembang ini memang lembut dan tenang.
Syair megatruh Sigra Milir begini:

    sigra milir kang gethek sinangga bajul 
    kawan dasa kang njageni 
    ing ngarsa miwah ing pungkur 
    tanapi ing kanan kering 
    kang gethek lampahnya alon 

mengalirlah segera sang rakit dipikul buaya 
empat puluh penjaganya 
di depan juga di belakang 
tak lupa di kanan kiri 
sang rakitpun berjalan pelan 

Tembang ini seringnya dilagukan saat mengiringi kisah perjalanan Jaka Tingkir melewati sungai naik rakit menuju kerajaan Demak untuk mewujudkan cita2nya, yakni mengabdi pada negara. Kelak ternyata Tuhan menakdirkan ia akhirnya menjadi Raja Pajang, sebuah kerajaan Islam besar di Jawa Tengah. Jaka Tingkir berganti gelar menjadi Sultan Hadiwijaya. Pajang adalah cikal bakal Kerajaan Mataram Islam yg setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755 terbelah menjadi 2. Yogyakarta dan Surakarta. Pasti pada inget deh.

Kalo penasaran pengen denger kayak apa tuh lagu, monggo kerso. Sok,  bisa ngintip sebentar di sini setelah berjalan 2 menit. Nggak juga, ora popo kok.
http://m.youtube.com/watch?v=0TX1E-9vmxQ

Nah pertanyaannya adalah kenapa pakai embel2 islami?. Mungkin biar jelas (menguatkan) bahwa ini lomba dlm rangka menyemarakan  syiar islam di kalangan siswa muslim yg kebetulan duduk di sekolah umum (SD).
Emang napa? Apakah ada macapat yg nggak islami?. Lho?

Sepengetahuan saya, yg mengenalkan pertama kali tembang macapat adalah para walisongo yg diyakini sebagian besar masyarakat Jawa sebagai penyebar agama Islam di pulau jawa. Syair2nya beberapa diambil dari sebuah buku berjudul Serat Wulang Reh. Ni buku gak usah dicari di gramedia,  nggak dijual bebas karena hanya beredar di lingkungan kraton, khususnya kraton Surakarta. Kalo niat, intip saja ke museum Radya pustaka di kampung halamannya Jokowi, di Solo.
Buku ini berisi ajaran2 berbuat baik dan etika kesopanan.

Walisongo kita pada mafhum adalah sebutan untuk 'tim' penyebar dakwah atau para dai yg identik 9 org, padahal nggak juga lho.  Tapi walisongo kaya sistem kuliahan ada angkatan-angkatannya.  Menurut sumber, sebenarnya tim ini awalnya dikirim khusus sama Sultan Mahmud I dari kekhalifahan Turki Usmaniyah untuk negeri nusantara. Nah lho siapa bilang nusantara itu nggak kesohor?. Kedengeran kok namanya sampe ke telinga khalifah di Turki. 

Karena didatangkan dari luar sdh pasti walisongo angkatan awal ini dr berbagai negara salah satunya dari Palestina.  Syaikh Ja'far Shidiq alias Sunan Kudus, diberitakan berasal dari Palestina.  Untuk mengenang Masjidil Aqsa atau Al Quds beliau mberi nama kota tempat tinggalnya di Jawa Tengah dg nama Kota Kudus. Ada juga Masjid Kudus, kalo jenang kudus saya ngga tahu.

Hingga abad 15 atau sekitar th 1479 tercatat sudah angkatan yg keenam walisongo itu, salah satu tokoh angkatan itu yg paling beken karena sempat difilmkan adalah Sunan Kalijaga yg diperanin sama Dedi Mizwar. Saya nonton sekeluarga di bioskop waktu SD karena disuruh guru kalo ga salah.

Dalam menyebarkan dakwah Islam, walisongo banyak menggunakan pendekatan seni dan budaya agar lebih memasyarakat. Tak hanya macapat tapi juga wayang kulit. Konon tradisi Sekaten dipetik dari kata syahadatain.

Kalo mnrt saya sih selama tidak menyimpang secara aqidah metode apa pun yg baik dan masuk akal bisa diterima. Tapi kalau disinyalir ada unsur syirik sudah seharusnya jangan diikuti atau harus ditinggalkan.

Dalam Islam budaya atau pun seni hanya sebuah cara untuk mengingat dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Islam tidak melarang hiburan apalagi buat anak2,  tapi Islam mengajarkan hiburan yg beradab, tidak melanggar norma kesopanan dan semakin mengingatkannya pada kebesaran Tuhan. 

5 Agustus 2014
Dalam perjalanan pulang

Tidak ada komentar: