Sebenarnya banyak lho hal-hal bahkan kejadian di KRL yang bisa kita ambil pelajaran. Salah satunya tentang kisah seorang ibu muda penjual bakpao berikut.
Dia, sosok kurus namun kelihatannya gesit dan sumringah. Umurnya mungkin 25an. Ibu muda yang sepertinya semangat menyongsong pagi dengan sejuta harapan tuk menjemput rejeki. Aku nggak tahu siapa namanya, tapi entah ya baru sekali lihat tuh raut langsung nancap di kepalaku seperti file yg masuk ke folder khusus. Buktinya, kemarin saat kereta bergerak perlahan, dari balik kaca aku mengenali wajahnya dari puluhan wajah yang berkerumun di peron stasiun Tebet. "Ih, itu kan si penjual bakpao", bisikku dalam hati.
Ceritanya, pada suatu hari pas di stasiun LA apa Tanjung Barat (sedikit imsonia), masuklah gerombolan ibu2 pekerja di gerbong khusus wanita yang kutumpangi. Alhamdulillah kebetulan aku saat itu dapat tempat duduk. Tiba-tiba menyeruak sosok berwajah putih berseri itu. Perempuan yang membawa 2 kantong kresek besar berisi makanan. Aku yang termenung langsung kepo, pengen tahu. Dia jualan apa?.Sebenarnya dagang di atas KRL pamali besar mengingat ada stiker di badan komuter yang berisi 9 not to do, alias 9 larangan salah satunya jualan di kereta. Berarti aksi jingkat2 ibu muda ini lumayan nekat. Tapi, bagiku sendiri hal itu no problemo selama tak menggnggu stabilitas nasional dalam kereta. "Bakpao Bu",kata ibu sebelah yang sudah mengulurkan beberapa lembar warna ungu ke tangannya. kayaknya mborong nih. Tak semenit, dari sekelilingnya, kiri kanan, deket pintu, bersahutan suara-suara. "Keju,mbak." "saya kacang ijo, dua.", "Kalau gitu kelapa aja deh.". "Saya mau yang isi daging mbak, tiga ya. Ada saosnya kan?"
Wuiss,kayaknya enak nih. Aku tergiur, karena pas belum sarapan. Lumayan nanti bisa dibuka di kantor.
"Coklat ada?"tanyaku
"habis Bu, adanya yang coklat keju sama kelapa."
"Boleh deh 2. Jadi berapa?"
"Satu paksnya 6 ribu.". Aku liat 1 paks berisi dua bakpao mekar nan ranum. Oh berarti 1 bijinya tiga ribu perak. Ya masih terjangkau deh. Aku memperhatikan gerak-geriknya yang sibuk antara mengambil tas kresek kecil, kembalian, si ini si itu, pesanan dari sudut lain.Terus matanya nengak-nengok kiri kanan (Takut ada petugas memergoki pastinya). Laris manis deh pokoknya. Cuma selisih dua stasiun dagangannya ludes habis. Tepat di stasiun Tebet, di mana di stasiun ini 'muntahan' penumpang paling banyak jumlahnya selain Gondangdia, dia siap-siap keluar. Keluar dengan nafas lega.
Aku membayangkan betapa bahagianya dia, ya apalagi yang diharapkan seorang pedagang selain jualannya laku keras. Tapi benakku nggak berhenti atau nyangkut di stasiun Tebet langsung menguap. Aku kepikiran, jam berapa dia memepersiapkan produknya itu. Lalu aku membuat rumus kira-kira sendiri. Mungkin dia bangun jam 3 pagi, dia ambil baskom dengan mata terkantuk-kantuk. Memasukkan terigu cakra, sedikit gula, telor, fermipan terus ngaduk-ngaduk sambil sesekali menguap. Ngulenin itu bukan soal mudah harus pakai sedikit tenaga ekstra setahuku (itulah mengapa aku jarang2 bikin adonan roti he..he). Adonan harus kalis dan berserat lembut, lalu dibiarkan dulu minimal 35 menit, baru dibentuk-bentuk terus didiamkan lagi biar melar. baru dikukus. MUngkin dia harus nyuci kukusan dulu karena semalam nggak sempat atau nggak ada asisten di rumah. Dia berhati-hati biar suaranya nggak menimbulkan berisik takut anak-anak atau suaminya bangun. Ck...ck..rajinnya. Eh tunggu dulu, siapa tahu dia cuma distributor, alias yang njualin barang punya orang, kata hatiku yang lain. Tapi mata batinku mengatakan tidak. Mengapa? karena aku memperhatikan betul cara dia menjual tuh bakpao. Dia sangat mengenali mana yang rasa keju, kelapa, kacang ijo dengan begitu cepat tanpa dilihat-lihat dulu padahal nggak ada tulisannya (kecuali yg rasa daging ada bonus saos sachet jd kelihatan).
Mmmm...mom preneur, hebatnya dikau. Ibu-ibu seperti dia memang sosok yang kuat dan patut diacungi jempol Mungkin dia tulang punggung keluarga karena kebetulan suaminya lagi sakit jadi nggak bekerja, atau di PHK jadi masih dalam tahap nyari kerjaan baru. Banyak di sepanjang rel yang kulewati sosok-sosok mirip dia. Menembus pagi,menyongsong rejeki. Aku juga bekerja tapi belum apa-apanya jika dibanding mereka. Mereka kelihatan biasa-biasa saja tapi berani manantang badai (bayangkan kalau ketangkep petugas kereta, pasti langsung disuruh check out di stasiun berikutnya!). Mereka juga pintar berstrategi dalam jualan. Dari obrolannya yang kutangkap, dia hapal jadwal kereta, tahu stasiun2 mana yang ramai penumpang perempuan masuk, sehingga dengan kondisi sesak tak bakalan petugas lagi-laki nongol di sana, terus ia juga tahu di stasiun mana ia harus turun terutama yang ramai sehingga ketika keluar ia tak kentara saking ikut gelombang muntahan. Cerdas bukan, kata dunia usaha itu yang dinamakan strategi marketing. Makanya kalau mau laku jualan, survei dulu dan pelajari keadaan. Pelajaran manis, buatku.
Sebenarnya ada kisah lain tapi aku sudah ngatuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar