Selasa, 17 Januari 2017

Dua Cermin Kehidupan

Di pusara almarhum ayahanda tadi pagi saya tertegun. Cepat nian masa berlalu. Sudah setahun rupanya beliau bersemayam di sana. Apa kabar Bapak? Kami semua rindu padamu. Semoga Allah melapangkan pembaringanmu.

Dan bersama Argo Sindoro saya menyusuri pagi melintas rel kiloan meter menatap kapas2 putih berarak mengangkasa. Kembali ke ibukota.  "Apakah yang hidup merasa lebih baik dari yang mati?. Merasa sdh berharga dengan segala kesibukan yg ia geluti?". Mungkin saja usia bisa ditutup tapi apa umur kenangan mampu dilupakan?. Sejatinya manusia tetap hidup selamanya dengan umur hakikat yg unlimited meski umur biologisnya hanya berbilang tahun.
Lintasan umur antar generasi adalah cermin kehidupan.
Cermin yg baik akan tetap memantulkan kebaikan kapan saja.

Kita adalah cerminan orang tua kita dan sebaliknya anak2 kita adalah cerminan diri kita.  Sungguh sedikit banyak ortu turut andil dalam membentuk siapa, apa dan bagaimana kita sekarang. Pun kita, sangat menentukan dalam membentuk corak dan motif kehidupan anak2 kita kelak.  Bukan membandingkan mana yg lebih baik di antara 2 cermin itu. Tapi seberapa besar perubahan keduanya dalam memantulkan kebaikan dan akhirnya menutup kehidupan ini dg baik pula.

Meski bukan berasal dari keluarga relijius  sebagai anak saya tetap mensyukuri dan membanggakan orang tua saya dg segala kesederhanaannya.
Tak pernah menyalahkan mereka kenapa kami saat kecil tak dibiasakan mengaji di rumah, tak pernah ditegur jika lalai sholat apalagi menyegerakan sholat jika azan tiba atau menyuruh saya mengenakan baju muslimah sejak dini.  Karena saya tahu ortu saya cerminan dari kakek nenek saya yg juga begitu. Sampai di situ saja batas pengetahuan dan pemahaman mereka tentang agamanya saat itu.

Bisa saja prolog kehidupan seseorang kurang sempurna menurut sebagian yg lain tapi saya bersyukur epilog kehidupan almarhum ayah saya begitu menentramkan jika dikenang. Di usia senjanya ia begitu akrab dg masjid. Seolah mengejar ketertinggalan masa mudanya. Kerap mengisi kultum meski saya tahu ia masih belajar mengeja Al Quran. Mungkin karena sedikit sekali warga yang bersedia dan mereka sudah kadung memanggilnya Pak Kaji sepulang dari Mekah. Di kampung saya, orang naik haji kerap diotomatiskan sebagai tokoh agama. Begitulah.
Dua hari sebelum meninggal, selepas shalat jumat di masjid desa ia masih sempat menengok madrasah milik warga dan mengeluarkan shadaqah atasnya. Sorenya ia menengok tetangga yg dirawat di RS dg naik motor padahal usia tetangga sepantaran kami anaknya. Ya..sebuah akhir yg baik.

Saya tetap bangga meski ortu saya tak sempat mengajarkan agama secara khusus tapi mereka mendidik kami dg standar kebaikan humanis yg dijunjung tinggi masyarakat dlm kehidupan seperti: sederhana, bersahaja, tidak pelit, rendah hati, mandiri dsb.
Bagi saya itu tetap kenangan terindah dan kebaikan tak terlupa.

Setelah berkeluarga kadang2 sy berpikiran 'nyleneh' tentang arti kesuksesan.  Apa sukses anak dibanding ortunya?.Tepatnya, kesuksesan apa yg harus sy raih agar bisa disimpulkan ortu saya telah sukses mendidik saya?.
Lantas saya pernah menggariskan sendiri yg kemudian membuat sy tertawa sendiri pula. Misalnya begini, jika ortu saya punya mobil di usia 40 an maka saya hrs bisa punya mobil saat sy berumur 30an. Jika ortu saya naik haji usia 60 maka sy hrs bisa berangkat haji minimal  usia 40 (Amiin, semoga dipanjangkan usia). Jika ayah saya sekolah maksimum S1 saya harus bisa paling tidak S2 dll. Itulah sukses. Definisi yg tak bisa dipertanggungjawabkan he..he. Ya saya sempat berpikiran demikian karena  sy lebih terpacu membandingkan capaian yg sy raih dg orangtua sy dibandingkan sy harus mengintip2 keberhasilan rekan2 saya yg bisa2 membuat hati kadang tak bersyukur.

Tapi komparasi sukses tsb bukan fokus utama karena ada satu hal penting dlm mengukur kesuksesan mata rantai kehidupan ini yakni kemampuan take and replace nilai2 kehidupan. Mengambil dan mengembangkan hal2 yg baik serta membuang atau meninggalkan yg kurang.
Sebenarnya ini lah yg lebih tepat dengan perbaikan keturunan. Jadi bukan anak2 kita lebih cantik/ganteng dibnding kita ortunya seperti guyonan umum.
Misalnya begini ortu saya termasuk pendiam dan jarang mengekspresikan kasih sayang terhadap anak2nya dgn bahasa verbal dan perbuatan. Hal ini membuat saya dulu enggan curhat apalagi curcol ke mereka. Tumbuhlah saya dg sifat tertutup, enggan berbagi masalah dan berusaha menyelesaikan apa2 sendiri termasuk memutuskan sendiri.
Nah, saya tak mau itu tejadi pada anak2 saya.   Saya harus membuangnya dan jangan membuat siaran ulang kembali. Tapi sifat sederhana, nggak neko-neko meski peluang itu ada, tidak gumedhe, akan selalu saya adopsi sebagai warisan luhur kedua orang tua kami.

Ya bagaimanapun kita harus bersyukur atas nikmat kedua ibu bapak, membanggakannya meski pernah suatu saat salah. Memaafkannya seandainya pernah tergelincir dlm mendidik kita.

Setiap anak tak sanggup memilih siapa ayah ibunya. Ia terlahir meniti garis takdir. Meski Steve Jobs pemilik Apple inc. , perusahaan komputer raksasa dunia yg namanya booming itu semasa hidupnya tak mau ketemu ayah kandungnya lantaran merasa sakit hati bahwa dirinya pernah terbuang lalu diadopsi orang, toh tak bisa menghapus jejak bahwa ia adalah anak biologis Abdul Fattah Jandali, seorang keturunan Arab berdomisili Suriah.

Host ternama dan dikabarkan terkaya di dunia, Oprah Winfrey juga tak kuasa menampik kalau ia terlahir dari keluarga pecah. Ayahnya yg tukang cukur dan ibunya pembantu rumah tangga bercerai di usia kanak dan karena kurang pengawasan mereka ia pernah mengalami pelecehan seksual berkali2 hingga sempat hamil di usia 14 tahun. Hanya karena dia punya jiwa bangkit dari keterpurukan dan jiwa memaafkanlah yg membuatnya berani menjejak dunia dan jadi pesohor.

Bagaimanapun anak terlahir tanpa pernah membawa dosa-dosa orang tuanya sekelam apa pun mereka.  Nabi Ibrahim AS tak pernah menyesali mengapa Azaar ayahnya justru menjadi pembuat berhala yg harus ia perangi dan ingatkan berkali-kali. Mungkin kita yg awam tercetus pikiran enakan tuh punya orang tua seperti Sulaiman AS yg berayahkan Nabi Daud. Atau punya ayah sebijak Lukmanul Hakim yg namanya begitu legendaris dalam Al Quran.

 

Desember 2014

Generasi Y, Generasi Emas dan Generasi 'Aneh'

Generasi wireless. Tanpa kabel mereka menggenggam dunia, sampai urusan cari makan sekalipun. Pernahkah anda memergoki sosok muda bergaya di sebuah pojok kopitiam, dengan kepala terpancang headset  bergoyang2 mungkin mengikuti lirik Bruno Mars?. Tangan kiri menggenggam ipad dengan mata menelusuri angka2 fluktuatif saham yg berkedap kedip dari waktu ke waktu. Sementara tangan kanannya menggenggam smartphone versi teranyar yg sesekali bederang dering dari para relasinya. Tak jauh dari dagunya secangkir white coffee ditemani croissant  masih mengebul hangat dengan uap terhembus AC ruangan yg sejuk melenakan.
Multi tasking orang menyebut. Oleh warga Obama mereka diistilahkan GenY. Generasi Y, yg lahir sekitar awal tahun 1980 hingga memasuki tahun 2000.
Sayangnya oleh para seniornya generasi X  alias generasi floppy disk (lahir pertengahan 60 hingga 1979
dan sempat merasakan nyimpen file data pake disket berbentuk lempeng kotak) mereka seringnya bikin dongkol. Kreatif sih kreatif tapi mood-moodan dlm bekerja. Bagi GenY kerja bukan hanya cari duit untuk menghidupi anak istrinya (kelak) tapi gaya hidup dan prestise sosial. Jika sudah bosan ia pun segera loncat pagar, cari lahan dg bonus yg besar. Kerja yg menjanjikan dan memenuhi hasrat hobby terbarunya yakni travelling alias jalan2 berskala dunia.
Meski tak dipukul rata, tapi mereka pada dasarnya sangat kreatif, cerdas dan penuh inovasi2 baru, ya hanya kurang bisa menerapkan etika umum dan rasa pakewuh saja terutama sama atasannya.

Mengutip sebuah penelitian tentang alumni Harvard Business School setelah 18 th hengkang dari almamaternya dari seorang pejabat pendidikan saat membuka acara diklat guru kemarin,  tercatat data penelitian yg menarik. Para alumni yg sekarang menjabat posisi2 strategis di lembaga2 keuangan internasional yg mendunia macam IMF, World Bank dsb ternyata rata2 nilainya sewaktu kuliah biasa2 aja. Ya dalam kisaran B+ dan A- jarang yg A bulat bener. Artinya nilai akademiknya atau sering disebut hard skill standar2 saja bukan yg wah begitu lho bro and sis!. 
Namun mereka adalah sosok yg sangat terasah soft skillnya. Pandai berkomunikasi, jujur, berintegritas dan rendah hati alias tidak sombong. Selain itu mereka juga visioner. Sudah terbiasa merencanakan  ke depan bahkan 20 tahun mendatang. 
Oya satu data lagi yg menarik.  Ini paliiiiing menarik. Ternyata setelah diteliti pake metlit dg validitas dan reliabilitas yg tinggi para alumni Harvard ini sangat setia dengan pasangan hidupnya!. Istri atau suaminya maksudnya lho. Kalo org indo yg diteliti mungkin nggak terlalu sesuatu, tapi ini kan bicara ttg wong Amrik yg semuanya pada paham bahwa kondisi di sono begitu hedonis, permisiv dan liberal. Pergaulan bebas dan gonta ganti pasangan bukan hal tabu dan itupun tercermin dari film2 HBO nya yg biasa mereka konsumsi saban hari. Nah mereka ini selain sukses kariernya suses pula kehidupan keluarganya karena memiliki satu karakter penting yakni komitmen. So..jangan pernah menyepelekan arti penting institusi keluarga. Dari sanalah cerminan kesuksesan seseorang. Generasi yg memiliki komitmen tinggi terhadap pasangan, keluarga dan negaranya tentu saja yg masuk kategori generasi harapan.
Generasi cemerlang bukan polesan apalagi sepuhan.

Bicara generasi emas buat kita umat muslim pasti pada setuju bahwa generasi para sahabat di sekeliling Rasulullah SAW adalah generasi terbaik di dunia yg belum tergantikan. Keemasan mereka tercermin dari akhak atau karakternya.  Padahal berdasarkan sirah kita pun tahu betapa jahil dan gelapnya mereka saat belum tercelup oleh aqidah ilahiah. Parameter kejahilan salah satunya bisa ditilik dari cara kaumnya memposisikan perempuan. Mana ada orang yg lebih 'gila' selain sanggup mengubur bayi perempuannya hidup2? dan mana ada yg lebih jahil selain tradisi mewariskan istri kepada anaknya bahkan teman dekatnya?.  Itu yg terjadi sebelum Islam datang di Mekkah. Akan tetapi dg metode tazkiyatun nafs atau mensucikan jiwa (bahasanya Aa Gym mungkin  manajemen qalbu)  Rasulullah berhasil mencetak generasi baru dari bahan baku yg alot itu setelah melewati masa 20 th. Mereka menyebar jadi pembaharu2. Kalau menurut saya ini lah yg lebih pas dinamakan revolusi karakter. 20 tahunan lho untuk sekaliber Rasulullah jadi bisa dibayangin deh kalau ada yg ngaku2 bisa ngerevolusi mental bangsa dlm itungan 5 tahun menjabat he...he.
Segitu bagusnya para generasi sahabat yg juga diakui Allah dan Rasul sebagai "kuntum khairu ummah- kalian adalah umat yg terbaik" namun beliau juga kasih isyarat agar mereka tak terlalu jumawa. Mereka bisa terjaga karena masih berada dlm jangkauan radar fisik Nabi SAW tapi bagaimana dg generasi yg hidupnya setelah puluhan bahkan ratusan tahun pasca beliau wafat?

"Islam semula dianggap aneh (asing) dan akan kembali menjadi sesuatu yg aneh. Berbahagialah mereka yg aneh", tegas beliau (HR.Muslim). Al Ghuroba- generasi yg aneh atau asing mendekati akhir zaman.  Mengapa mereka harus bahagia? Ya karena jaminan pahala buat mereka yg beramal di masa itu dg 50 x pahala milik para sahabat di jaman nabi bukan di jaman mereka (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud)
Duhai bagaimana rasa jika seseorang yg menghirup udara abad 21 dgn segala hiruk pikuknya tp karena menjadi Al Ghuroba di tengah kebobrokan moral ia bisa mendapat kebaikan sebesar 50 kali kebaikan yg dilakukan Sayidina Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Mushab Bin Umair dst?. Betapa awesomenya...

Ciri generasi aneh itu mau tau?..mereka yg mempertahankan keshalihannya meski dg bilangan sedikit di tengah amburadul masyarakat yg durhaka, mereka bersih tapi juga mau membersihkan lingkungannya dr kedustaan karena jiwa pembaharunya. Mereka ibarat oase di tengah gurun. Mengisi apa yg hilang, melengkapi yg ganjil, dan memenuhi ruang yg kosong. Menambah apa yg tak diperbanyak orang lain dan yg penting mampu menghidupkan sunnah nabi di saat masyarakat mematikannya karena godaan dunia.
Sanggupkah kita jadi Al Ghuroba yg diibaratkan oleh Rasul sebagai si penggenggam bara di jaman itu?
Jika tak sanggup, paling tidak berilah kesempatan dan hormatilah mereka yg sanggup. Jangan memicingkan mata apa lagi mengejeknya.

Nah, jika ada pena tajam buatlah diagram Venn yg berisi 3 himpunan generasi. Generasi yg inovatif dan kreatif, generasi berkarakter kuat dan generasi 'Aneh' penyuluh sunah Rasul. Temukan irisan dari ketiga himpunan itu maka kita akan dapatkan himpunan baru meski berisi satu dua unsur di dalamnya. Sebuah perpaduan generasi unik dan unggul tiada tara. Siapa sanggup menciptakannya?

Nyatanya keunggulan generasi amat ditentukan oleh pendidikan berikut proses pembelajaran yg harus mereka lewati. Pendidikan tak dipagari aturan baku bahkan formal sebenarnya.
Tapi untuk ukuran sebuah tatanan negara jelas pendidikan adalah sebuah konsep yg harus digariskan bersama. Kenapa? Karena jualan generasi lebih mahal ketimbang jualan BBM (harusnya..). BBM habis pasti ada alternatifnya. Tapi jika generasi unggul habis porak porandalah semua karena alternatifnya adalah impor generasi punya tetangga.

Meski banyak yg kontra ttg kurikulum 2013 dlm khazanah pendidikan Indonesia skrg ini, tapi nyatalah sudah ia diketok palu jadi public policy. Anggaran 2491 trilyun (Kemendikbud, 2013) dipersiapkan tentu saja dlm rangka mencetak generasi baru. Generasi yg digadang pada saat ultah emas RI th 2045 kelak sbg generasi emas yg membanggakan bangsa. Generasi kompeten antara sikap spiritual dan sosial dengan hard skill dan soft skillnya.
Dan seandainya kelak ternyata jumlah mereka begitu mengerucut, semoga menjadi Al Ghuroba yg membanggakan umat Nabi SAW.

Jaman boleh berubah tapi nilai2 kehidupan tak akan pernah.

Gondangdia, 19 Sep 2014

Antara Mbah Google dan Inquiry

Merdeka!
Di HUT RI 69 ini saya mau nulis rada serius meski sedikit nostalgia. Cerita tentang  pendidikan siapa tau bisa jadi masukan anda2 yg bergelar "digugu lan ditiru".  Atau para ortu yg setia mendampingi anaknya belajar.

Suatu hari guru IPS kls 3 SMP saya kasih PR ke kami begini, "Setelah belajar tentang negara2 Asean Bapak tugaskan kalian mencari siapa nama Sekjen Asean sekarang?". Sekjen Asean??. Kami celingukan.
Apa kabar Asean? Juga KTT Non Blok atau OKI? Di abad 21 sekarang nama2 itu bagai hilang ditelan ombak.

Tapi taruhan, kalau  soal itu dilempar ke anak2 jaman sekarang anak kelas 5 SD saja dalam hitungan tak kurang 5 menit dg asumsi modemnya nggak lemot krn susah sinyal mereka pasti sudah nyebut. Caranya? Apalagi kalau bukan tanya Mbah Google. Simbah andalannya yg sepertinya lebih pinter dari  enyak babenya meski mereka bergelar doktor sekalipun.  Emang enak sih jadi anak2 jaman sekarang. Informasi nyebar di mana2. Gampang dipungut. Asal mungut yang baek-baek sih nggak papa ya.

Nah pasti pada pengen tahu kan apa yg kami lakukan saat dikasih PR pada waktu th ajaran 1989/1990 itu?. Ini PR jamaah sebenarnya dan kritisnya 40an penduduk kelas memang nggak ada yg tahu termasuk saya!, padahal saya masuk 10 besar lho! (Izzzz info nggak penting banget. 10 besar nggak laku di era multi kecerdasan sekarang, bro!).
Tapi yg namanya tugas dari guru,  kami sih sendhiko dhawuh aja dong. 
Padahal kalo dipikir iseng,  buat apa sih kenal sekjen Asean emang kalo udah kenal mau ngapain? Maen kerumahnya?.

Tapi beneran gara2 cara yg kami lakukan saat nyari itu,  nama Rusli Noor sbg sekjen Asean periode 1989-1993 nyangkut terus di kepala saya sampe sekarang. Rupanya data itu tersimpan di otak kanan saya dg aman dan nyaman.

Oh ternyata begini ya anak2 jadul kalo nyari informasi, di saat mbah google atau Om Wiki belum lahir mungkin masih di alam ruh, mari kita kenang bersama mudah2an mirip dg pengalaman anda.

Cara konvensional kami yg pertama saat itu biasa, cari info di koran. Pelototin kolom demi kolom. Telusuri satu-satu.  Ndak ketemu. Ke perpus hasilnya nihil. Mungkin ada di  Buku Pintarnya Iwan Gayo yg jadi buku primbon pengayaan saat itu, tapi berhubung saat itu tuh buku masuk kategori barang mewah jadi saya pun gak kuat beli. Nggak mungkin kan ke toko buku cuma buat ngintip Sekjen Asean tapi nggak beli?

Kedua, nanya2 sama orang yg dianggap meyakinkan misalnya saya nanya ke bapak saya yg kebetulan guru IPS juga tapi lain sekolah. Kayaknya beliau 'pura2' nggak tahu.

Ketiga, nongkrong didepan TV hitam putih. TV kebanggaan keluarga. Sasarannya adalah Dunia Dalam Berita (DDB) TVRI. Itu sosok pun nggak pernah diberitakan. Lewat.

Nah cara keempat, entah dari mana idenya, yg pasti bukan saya penyumbang ide,  karena waktu sudah mendesak kami  sekelas dg naik sepeda masing2 pergi ke kantor dinas penerangan sekitar 500 m dari sekolah. Dinas penerangan ini dulu di bawah Departemen Penerangan yg menterinya sangat kesohor saat itu siapa lagi kalo bukan Harmoko yg akrab dg tagline "menurut petunjuk Bapak Presiden".

Nah dari situlah setelah tanya-tanya dg 'narasumber' kami baru tahu siapa itu Sekjen Asean yg jadi incaran selama sepekan.

Kesimpulannya begini , kalo ukurannya efesien jelas anak2 jaman sekarang jawaranya. Tinggal klik, bungkus tuh data.  Cepet.  Nggak usah muter-muter. Nggak pake beli koran apalagi nongkrongin DDB. Jujur kami lebih demen nonton Aneka Ria Safari  yg hostnya Eddy Sud ketimbang DDB. 
Nah tapi... kalo ukuran proses pencarian data dan tambahan info2 lain termasuk efektivitas tujuan belajar sebenarnya maka mungkin (ini mungkin lho) generasi kamilah bisa dibilang pemenangnya.  Pede amat, he..he.

Gara2 Sekjen Asean paling nggak kami dpt added value tahu tentang kantor penerangan, lokasinya, fungsi dan tugas Departemen Penerangan. Ternyata tugasnya nggak sekedar nyiarin Sidang Terbatas Bidang Ekuin, acaranya Harmoko yg nyita waktu banget saat itu apalagi kalo pas mlm minggu dimana org2 sdh nungguin Film Cerita Akhir Pekan. Cckk..inget aja.
Lainnya siswa juga jadi paham kalo pimpinan Asean itu disebutnya Sekjen bukan Ketua. Nah Sekjen Asean yg baru dilantik, Rusli Noor itu berasal dr Indonesia (mungkin guru sy mau nunjukin kebanggaannya bhwa Asean dipegang oleh anak bgsa yg sejak th 1978 berturut2 dipegang negara lain). Setelah beliau selesai tugas hingga sekarang 2014 Asean juga dipegang oleh tokoh dr negara lain.

Upaya itu belum ditambah bonus sosial lainnya: keakraban antar teman, kekompakan dlm mencari info,  kesetiakawanan.
Tak bermaksud membandingkan ya tapi itulah bedanya anak2 dulu dg anak sekarang.

Sebagai obyek 'penderita' alias sasaran belajar, dulu saya nggak tahu itu adalah salah satu cara guru kami menerapkan metode mengajarnya tapi setelah skrg bekerja di dapur dunia pendidikan barulah sy ngeh bahwa metode belajar dg cara mencari dan menemukan jawaban sendiri itulah yg dinamakan inquiry. Kalau di IPA biasanya inquiry dilengkapi dg eksperimen atau uji coba.

Menurut psikolog pendidikan Piaget (bacanya Piace), pengetahuan itu dpt bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Dengannya siswa terlatih untuk berpikir secara konstruktif.

Jauh berabad yg lalu ketika dunia keilmuwan disibukkan dg teka teki pencarian bilangan nol yg mengartikan konsep tanpa kuantitas atau lambang placeholder/penanda posisi angka (ratusan, ribuan dst), tak kurang sesosok Al Khawarizmi matematikawan Muslim di Baghdad dg ketekunannya secara inquiry mempelajari dan mengembangkan konsep angka nol milik Braghmagupta dari India yg sebelumnya dibawa para pedagang Arab.  Hingga pada abad 9 ia mampu menemukan persamaan Aljabar  yg sangat terkenal.  Bahkan Algoritma penemuanya yg lain menjadi  referensi Fibbonacci matematikawan Eropa pada abad 12 yg memperkenalkan Buku Abacus/sempoa. Angka Nol juga menginspirasi Rene Descartes yg memperkenalkan koordinat Cartesian (0,0). Dunia harusnya berterima kasih atas penemuan Angka Nol  dg simbol seperti skrg dari ilmuwan2 Islam pengkaji pengetahuan dari sebuah Perpus tua Baitul Hikmah di masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah pada Abad 8-9.

Sekarang pemerintah tengah menggalakan sebuah kurikulum baru yakni kurikulum 2013 yg kerap disingkat K13 atau kurtilas. Metode inquiry yg kemudian dipertajam dg sebutan discovery learning menjadi salah satu metode andalan K13 yg menggunakan pendekatan saintifik dlm implementasinya. Anak2 kita di sekolah dilatih utk mengamati, bertanya, mengumpulkan data, menghubungkan dan membuat kesimpulan utk mendapatkan pengetahuan baru. Sudah nggak jaman lagi mereka disuruh menghafal seabreg rumus atau lainnya.

Menghafal tulisan atau simbol angka yakin deh takkan bertahan lama karena keduanya hanya disimpan dlm memory otak kiri, tapi kalau pengen anak kita hafal dlm jangka waktu lama ubah lah informasi dlm bentuk cerita, gambar, kreativitas yg bergerak dsb agar bisa tersimpan di otak kanan secara permanen. Contohnya kisah Sekjen Asean di atas saya juga heran bisa2 nya cerita itu nempel di otak saya hingga 25 tahun lamanya?. Dan latihlah dg  cara2 inquiry, biarkan mereka mencari sendiri jawabannya dan tugas kita mengarahkan atau memberi clue2 saja jika diperlukan.

Belajar memang harus dlm suasana menyenangkan. Anak saya bisa tahu abjad dan huruf hijaiyah karena  mengenalnya dlm bentuk nyanyian. Sambil bertepuk tangan mereka mengucapkan satu persatu. Dan jika diulang terus2an hanya dlm jangka waktu seminggu mereka hafal sendirinya dan kemudia mencari tahu sendiri mana yg disebut huruf A mana huruf hijaiyah Ba dst.

Khusus untuk Mbah Google tentu saja ini penemuan mutakhir di era internet. Kita akui dan syukuri peranannya begitu mempermudah cara kita mndptkan informasi. Namun buat para siswa hendaknya tak dijadikan sumber kebergantungan krn bagaimanapun sumber2 ilmu yg bersifat kontekstual lebih mudah utk dimengerti dan dipelajari. Saya pribadi matur nuwun banget sama Simbah, gara2 dia saya pun tahu wajah Sekjen Asean yg jadi PR saya 25th yg lalu dan baru sempat saya cari skrg ini lewat bantuannya (foto terlampir).

Ayo ajak anak2 kita belajar untuk mencari pengetahuan baru dan mampu menghubungkan dg informasi2 baru lainnya Insya Allah kita pasti ketemu pada satu titik. Maha Suci Allah sebagai sumber ilmu. Itu tujuan menuntut ilmu sesungguhnya, mendekatkan manusia kepadaNya.

Minggu, 03 Agustus 2014

Mudik, Menyelami Suka Cita Orang Tua

Terlintas di benak begitu saja, akankah saya memiliki perasaan yg sama dg ortu jika kelak anak2 saya sdh besar, berkeluarga dan memiliki kehidupan sendiri?. Perasaan yg mana sih?.  Itu, perasaan sukacita di hari lebaran demi menyaksikan seluruh  anak2nya, mantunya plus cucu2 kesayangan berkumpul, bercengkerama sembari minum segelas sirup orens, icip2 nastar, kaastangel atau putri salju selepas makan lontong opor?. Ngobrol segala rupa. Termasuk bernostalgia saat di bangku TK?. Tertawa gembira. Ah..itu jelas perasaan milik ortu saya banget. Bapak saya pendiam tapi saya tahu hatinya berbunga-bunga. Saya suka berdalih mungkin rata2 orang Jawa begitukah?. Rindu yg sulit tersurat lewat kata namun mata yg berkaca-kaca mewakili rasa harunya. Haru bahagia dan mungkin bangga, "aku bersyukur Ya Allah telah membesarkan mereka dg segala kerja keras dan doa harapan kepadaMu".
Bagi sebagian besar ortu, berkumpul saat lebaran itu wajib, selebihnya sunah. Kadang ucapnya berkata tak papa, ora popo jika kami bilang tak bisa pulang di hari pertama lebaran tapi getar suara di sebrang telepon tak mampu sembunyikan rasa.
Bagi orang tua di kampung berkumpul dg keluarganya yg jauh merantau di hari pertama lebaran selepas shalat ied jelas moment spesial. Karena lazimnya di kampung saya yg namanya sungkeman alias maaf2an itu baru 'sah' selepas shalat ied. Kalau telat sehari apalagi seminggu rasanya sudah 'basi'. Maksudnya, beda deh nilai khidmatnya.
Ya, itu lah kadang yg membuat saya antusias mudik. Menyelami suka cita orang tua dan menggugurkan rasa rindu mereka terhadap anak2nya yg nggak saban hari bisa dipandangi. Saya yakin kerinduan orangtua tua melebihi muatan rindu anak terhadap ayah ibunya.

Inilah yg membuat saya agak bersalah ketika lebaran tahun 2013 saya hanya bisa brgkat mudik di hari kedua. Sampai di kampung, kakak saya brgkat mudik ke rumah mertuanya. Tak sempat bertemu dan berkumpul lengkap. Waktu itu anggapan saya biasa2 saja. Karena Bapak saya pun tak menunjukkan kata2 kecewa. Barulah setelah beliau pergi menghadapNya, empat bulan setelah lebaran, Ibu bilang kalau sebenarnya Bapak ingin bercerita, bercengkerama dan menyampaikan sesuatu saat lebaran tapi karena kami tak bisa lengkap berkumpul, keinginan itu ia tunda. Dan ternyata tak kesampaian hingga ajal menjemputnya.
Sedih ya. Jadi, menurut saya kunjungi kedua orang tua kita selagi masih ada kapan saja selagi bisa. Selami rasa rindu dan suka cita mereka kepada anak2nya. Mungkin mereka tak pandai mengungkap lewat bahasa verbal tapi sekali lagi selami kebeningan wajah mereka yg penuh ketulusan. Jika tidak, tiadalah guna arti penyesalan.

Bogor, 2 Agustus 2014
Merangkum kenangan selepas mudik

Kamis, 06 Februari 2014

Selamat Jalan Matahariku

Selamat jalan Bapak,..engkau adalah sosok terbaik yg aku kenal dalam hidupku. Pemberi andil terbesar dlm membentuk jiwa kepribadianku. Semoga Allah melapangkan jalanmu, menghapuskan dan mengampuni dosa2mu. Engkau adalah sosok yg suka mempermudah urusan saudaramu, maka tak heran jika Allah pun begitu mempermudah cara menjemputmu.

Mudik dan Latihan Tak Menggerutu

Mudik dan Latihan Tak Menggerutu

Bisa dikata di usia 10 th anak saya yang pertama, maka sudah 10 kali pula ia merasakan mudik lebaran. Jam terbang mudiknya yg paling mula diawali saat usianya 6 bulan. Melewati macet pantura dg ocehan dan tangisan bayi tentu bikin deg2 an para ibu termasuk saya saat itu. Tapi kerinduan bertemu kampung bisa jadi rahasia jitu untuk bisa melewati segalanya.  Makanya di awal start mudik kemarin si ayah sudah kasih komando warning. "Pokoknya kalo mau mudik, harus sabar. Jangan ada yg rewel dan menggerutu ya." wanti2nya kpd saya dan 2 orang buntutnya. Yaah mudik is 'the unpredictable journey'. Sulit diprediksi nyampenya. Bogor-Tegal yg standarnya ditempuh 7-8 jam dg mobil/bis bisa kemayu hingga dua kali lipatnya karena macet di mana2. Tahun 2012 kami pernah mengukur jalan hingga lebih dari 20 jam. Kemarin alhamdulillah agak lumayan turun di kisaran titik 16 jam sudah termasuk rehat utk sahur dan nyubuh di spbu. Punya insting pemetaan jalan yg tinggi nggak jaminan pul Sudah ngintip gps, google map, japri sama yg duluan ekspedisi belum bisa dipastikan anda akan beruntung. Tapi itulah mudik, biar dicemberuti toh kami2 tetep doyan. Sepertinya semangat birrul walidaini (semoga) memang bisa mengalahkan segalanya.
Nah, jalur alternatif yg biasa jadi buah bibir kalo pas mudik ibarat kata mengaminkan istilah banyak cara menuju Roma, dan paribasan alon2 asal klakon. Nikmati apa yg kita rasakan di jalan, resapi hikmah2 yg bisa dipetik, pelajari sesuatu baru yg mungkin berserakan.  Inget nggak pelajaran sejarah ketika Ferdinand Magellan dari Spanyol mutusin menempuh jalur alternatif ketimbang mbebek rekannya yg dari Portugis untuk mencari Hindia?. Dia start belayar menuju arah Barat sementara pendahulunya udah jelas punya riwayat jurnal ekspedisi itu ya ke arah Timur. 'Hikmah'nya dia nemuin Selat Magellan yg memisahkan Samudra Atlantik dan Pasifik dan juga Kepulauan Filipina. Wah mustinya Imelda Marcos, Arroyo sampe Maribeth penyanyi Denpasar Moon itu banyak2 terima kasih sama dia ya. Meski tragisnya Magellan mati terbunuh, tapi namanya juga tercatat sejarah sebagai pelaut ulung yg berhasil mengelilingi dunia dan membuktikan bumi itu bulat, katanya.
Eh apa hubungannya sama mudik?. Nggak ada!. Nggak ada secara langsung, tapi maksudnya ketika mudiker menyusuri jalan2 yg nggak biasanya ia pasti mendapatkan pengalaman yg nggak biasanya juga. Dan pengalaman itu menurut kata orang mahal lho!. Buktinya di iklan loker suka dibumbui kalimat; dicari yg berpengalaman.
Anak saya, Hanif yg baru masuk TK B, semangat menghitung menara2 cerobong pembakar genteng yg berdiri di sepanjang jalan Jatiwangi, Majalengka. Genteng Jatiwangi ternyata cukup terkenal lho. Itu masuk pelajaran muatan lokal (mulok) kalo di KTSP. Cateeet. Eh ndak nyangka ya Nak,  kita sempet ngliat daerahya. Kalau bukan karena mudik kan?.  Eh di Sumedang ternyata ada yg namanya Kelurahan Tomo kecamatannya Tomo juga. Jangan2 Bung Tomo lahir di sana? (he...he becanda). Ya artinya bisa kok melewati mudik bersama anak2 tanpa resah gelisah dan menggerutu.
Anak2 bisa belajar hal2 baru di sepanjang jalan kenangan yg ia lalui.

Bogor, 1 Agustus 2014
Pulang mudik.

Perempuan Muda dengan Bayi Hidrosepalus

Waktu menunjuk 17.30. Kakiku masih menahan pegal di tengah KRL yg penuh muatan ini. Daripada menggerutu, aku berbagi cerita saja ya...... Perempuan Muda dengan Bayi hydrocefalus di pelukannya. Kadang2 saja aku menjumpai sosoknya duduk menyudut di bangku khusus gerbong wanita. Perempuan dengan usia jauh usianya di bawahku berambut ekor kuda duduk memeluk erat anaknya yg selalu bertopi rajut tebal hingga tak menampakkan raut mungilnya. Waktu kutanya hendak kemana, ia menjawab tersipu. "Mau bawa kontrol anak saya bu ke Cipto." oh pasti maksudnya RS Cipto Msngunkusumo di daerah Cikini. Anaknya sakit apa lanjutku sekedar ingin tahu saja. Sedikit meragu ia bercerita bahwa anaknya mengidap penyakit hidrosepalus sejak lahir dan tiap 2 mgg sekali harus kontrol dan diberi tindakan penyedotan cairan di kepala. Aku terhenyak. Langsung pandanganku terfokus pada kepalanya. Baru tersadar kalau kepala yg ditutupi topi rajut itu harus senantiasa diterapi begitu istilah halusnya. Rasa miris dan iba langsung merayap-rayap menjalari hati ini. Ya Rabb, ibu muda yg tabah. Aku mungkin tak sanggup jika diberi ujian sepertinya. Di satu sisi aku membatin sendiri mengucap syukur akan karunia 2 anakku dari-Nya. Walau cuma dan baru 2 mereka tak ternilai harganya buatku. Dia menjelaskan sebenarnya anaknya udah hampir 2 tahun tapi karena sakit itulah ia masih laksana bayi belum bisa berdiri apalagi jalan. Jadi kemana2 harus digendong. Eh tiba2 rasa kepoku tersulut begitu saja. .. Tunggu dulu ke mana suaminya?. Teganyakah dia membiarkan mereka berdesakan di gerbong komuter yg senantiasa penuh sesak di pagi hari di saat para pekerja berlomba mengejar waktu?. Ia hanya menggeleng. Bukan mengartikan bahwa ia tak punya suami, tapi suaminya tak bisa mendampingi mereka. Mungkin juga tak mau, hardikku sendiri. Ah bapak2 memang kadang2 enggan direpotin. Huh! Egois,...lho...lho kok jadi aku yg sewot lah wong wajah si embak itu saja begitu sabar dan tulus?. Karena tak tega aku selipin sekedarnya lembar rupiah hanya untuk tambahan naik angkot buat mereka. Si ibu tersenyum bahagia dan berulang-ulang mengucap terima kasih. Ia berhenti di stasiun Cikini. Aku terharu melepas pandanganku ke arah mereka. Beberapa hari lalu aku ketemu lagi dengan kedua sosok itu. Karena masih ingat aku pun menyapanya. "Kontrol ya?". Ibu muda itu seperti biasa hanya mengulas senyum malu. Hai...aku menemukan kemajuan pada jagoan kecilnya itu. Ia kini mulai bersuara walau dalam bentuk tangisan. Kepala yg masih berbalut topi rajut benang wol itu pun nampak lebih kecil dari pertama ku melihatnya. Aih sekilas ganteng kok tapi memang masih kelihatan sisi bayinya ketimbang usia sebenarnya. Mudah-mudahan si kasep itu semakin baik perkembangannya sesabar bundanya yg selalu dan selalu memeluk dan menjaganya dengan penuh cinta. Aku yakin kasih ibu muda itu tak sekedar sepanjang rel yg ia lewati tapi tak berbatas dunia yg mayapada, jauh menembus cakrawala langit hingga menghadap-Nya kelak.